Keracunan NITRAT-NITRIT PADA TERNAK

Summary:desu
Keracunan nitrat merupakan masalah utama pada ternak ruminansia. Keracunan disebabkan ternak mengkonsumsi hijauan yang mengandung nitrat tinggi akibat pemupukan. Di dalam rumen, nitrat akan direduksi menjadi nitrityang toksik. Jika diabsorpsi darah, nitrit akan mengubah pembentukan Hb (Fe2+) menjadi MetHb (Fe3+) dalam darah sehingga darah tidak mampu membawa oksigen. Akibatnya jaringan kekurangan oksigen (hypoxia). Bila kandungan MetHb dalam darah mencapai 80−90% maka ternak akan mati. Untuk mengatasi masalah tersebut, perlu diketahui proses keracunan nitrat pada ternak dengan menganalisis kandungan nitrat dalam pakan (hijauan) dan air minum.Perlu pula mendiagnosis keracunan nitrat berdasarkan gejala yang timbul dan menganalisis kandungan nitrat dalam pakan. Pengobatan keracunan nitrat pada ternak dilakukan dengan menginjeksikan larutan methylene blue untuk mereduksi MetHb menjadi Hb. Pencegahan yang utama ialah dengan memantau kandungan nitrat dalam hijauan sebelum diberikan pada ternak.

Kata kunci: Ruminansia, keracunan, nitrat, nitrit, pakan hijauan, air minum
Keracunan NITRAT-NITRIT PADA TERNAK Originally published in Shvoong: http://id.shvoong.com/exact-sciences/1852961-keracunan-nitrat-nitrit-pada-ternak/

date Senin, 02 Agustus 2010

date Selasa, 25 Mei 2010

date


Secara fisiologik selaput foetus tanggal dalam waktu 3 sampai 8 jam pospartum. Apabila selaput tersebut menetap lebih lama dari 8 sampai 12 jam, kondisi ini dianggap patologik dan terjadilah retensio secundinae. Pada dasarnya retensio secundinae adalah kegagalan pelepasan villi kotiledon foetal dari kripta karunkula maternal. Pada retensio secundinae pemisahan dan villi foetalis dari kripta maternal terganggu dan terjadi pertautan. Retensio secundinae sebenarnya adalah suatu proses kompleks yang meliputi pengurangan suplai darah diikuti oleh penciutan struktur-struktur placenta maternal dan foetal, perubahan-perubahan degeneratif, dan kontraksi uterus yang kuat.

Infeksi uterus selama kebuntingan dapat menyebabkan retensio secundinae. Jasad-jasad renik seperti Brucella abortus. Tuberculosis, Campylobacter foetus dan berbagai jamur menyebabkan placentitis dan kotiledonitis yang mengakibatkan abortus atau kelahiran patologik dengan retensio secundinae. Agen-agen penyakit ini dan mikroorganisme lain yang menyebabkan abortus dan kelahiran prematur dapat menyebabkan pula endometritis, placentitis, dan retensio secundinae.

Retensio secundinae terjadi pada 69 % sapi dari suatu kelompok ternak tersebut yang diberikan makanan dengan kadar karotin yang. Avitaminose-A menyebabkan hiperkeratosis, metritis abortus dan retensio secundinae. Kemungkinan besar vitamin A perlu untuk mempertahankan kesehatan dan resistensi epitel uterus dan plasenta. Kadar vitamin A yang rendah memudahkan terjadinya infeksi.

Kelemahan dan atoni uterus karena berbagai penyakit dapat menyebabkan retensio secundinae. Penyakit-penyakit tersebut adalah penimbunan cairan di dalam selaput foetus, torsio uteri, kembar, monstrositosis, distokia dan kondisi patologik lainnya. Retensi plasenta biasanya berhubungan dengan kesulitan kelahiran, twins, stillbirth, kegemukan

Gejala retensio secundinae cukup jelas, yaitu sebagian selaput foetus menggantung keluar dari vulva 12 jam atau lebih sesudah kelahiran normal, abortus atau distokia. Kadang-kadang selaput foetus tidak keluar melewati vulva tetapi menetap di dalam uterus dan vagina. Pemeriksaan terhadap selaput foetus sebaiknya dilakukan sesudah partus untuk mengetahui apakah terjadi retensio atau tidak. Pemeriksaan melalui uterus harus dilakukan dalam waktu 24 sampai 36 jam postpartum. Sesudah 48 jam biasanya sulit atau tidak ada selaput foetus di dalam cervix. Adanya selaput foetus di dalam cervix cenderung menghambat kontraksi cervix. Pada kasus yang berat, retensio secundinae dapat disertai dengan mastitis, metritis septik, perimetritis, peritonitis, vaginitis nekrotik, paresis pueruralis dan acetonameia. kasus ikutan dari retensi ini adalah metritis kalau diserta dengan darah dan berbau busuk kami menyebutnya metritis akut. jika menjadi cairan kuning keputihan (nanah) tidak berbau, kami menyebutnya metritis kronis

Berbagai cara dan sarana telah dipakai untuk menangani retensio secundinae. Cara yang masih populer di kalangan dokter hewan praktek adalah menyingkirkan selaput foetus secara manual dan memberikan obat seperti antibiotika dan preparat hormon. Walaupun selaput foetus sudah dapat dilepaskan dalam waktu 12 sampai 24 jam sesudah partus, tetapi terbaik dilakukan sesudah 24 jam sesudah partus, tetapi terbaik dilakukan sesudah 24 jam sampai 48 jam postpartus. Pelepasan secundinae sebaiknya jangan dilakukan sebelum 72 jam sesudah partus, kecuali apabila terjadi anorexia, peningkatan suhu tubuh atau gejala septikemia yang lain. Pada saat itu umumnya uterus sudah berkontraksi sehingga apeks dapat terjangkau. Cervix biasanya masih membuka dan tangan dapat dimasukkan ke uterus tanpa menimbulkan trauma. Kapan pun waktunya, penyingkiran plasenta harus dilakukan secara halus dan cepat dalam waktu 5 sampai 20 menit dengan cara higienik dan frekuensi pemasukkan dan pengeluaran tangan sesedikit mungkin. Anastesi epidural sangat membantu mencegah pengejanan dan defekasi. Apabila kedapatan bahwa cervix sudah menutup dan pelepasan plasenta sulit dilakukan, sebaiknya dibiarkan saja, jangan dipaksakan, dan hanya dapat diberikan preparat antibiotika dan hormon (Robert, 1971).

Pelepasan plasenta foetalis dilakukan dengan menempatkan tangan diantara endometrium dan chorion di ruang interkotiledoner dan kotiledon foetal serta karunkelnya dipegang secara individual, ditekan, dan dengan ibu jari dan jari telunjuk kedua struktur itu dipisahkan secara hati-hati dengan gerakan menggulung, mengupas, mendorong dan menekan. Gerakan ini dibantu dengan tarikan oleh tangan yang lain terhadap selaput foetus yang terdekat. Kotiledon dekat dengan cervix dilepaskan terlebih dahulu dari karunkel dan dengan tangan lain dari luar plasenta ditegangkan sewaktu pelepasan serta pengupasan kotiledon diteruskan ke bagian tengah cornue uteri mendekati cervix dan membantu pelepasan kotiledon di daerah tersebut. Semua selaput foetus harus dikeluarkan secara keseluruhan tanpa meninggalkan sisa di dalam uterus karena dapat berfungsi sebagai tempat infeksi.

Preparat-preparat hormon telah dipakai secara meluas pada pengobatan retensio secundinae. Penyuntikan oxytocin segera sesudah partus akan mencegah terjadinya retensio. Manfaat pemberian hormon ini sesudah 24 sampai 48 jam postpartum masih menjadi tanda tanya. Estrogen mempengaruhi uterus dengan meningkatan tonus dan aktivitas muskulernya, serta relaksasi cervix. Di samping itu uterus di bawah pengaruh estrogen dapat lebih mengatasi infeksi.

Pemberian preparat antibiotika berspektrum luas seperti Oxytetracyclin (Terramycin), Chlortetracyclyn (Aureomycin) atau Tetracyclin kini terbukti lebih efektif bila diberikan secara lokal intrauterin dibandingkan dengan penicillin, streptomycin atau preparat-preparat sulfa. Preparat antibiotika berspketrum luas dalam berbagai nama kini dapat diperoleh di pasaran. Antibiotika tersebut diberikan dalam jumlah satu sampai 3 gram di dalam larutan 100 sampai 300 ml air suling atau NaCl fisiologik. Dapat pula diberikan dalam bentuk bolus.

Beberapa pendapat mengatakan retensi plasenta biasanya setelah 5 hari bisa dilepas pelan-pelan dari luar. Bila terjadi demam dan gejala infeksi lain, terapi dengan Oxytetracyclin 100 mg, 20 ml selama minimal 3 hari. Oxitocyn segera setelah melahirkan tidak banyak membantu.. Intervensi berlebihan malah akan berisiko meningkatkan terjadinya infeksi lebih lanjut. pengelupasan kotiledon pada kasus retensi placenta tidak menguntungkan karena justru akan memperbesar perlukaan pada uterus dan meningkatkan resiko infeksi berikutnya. pengelupasan itu akan memperpanjang wktu untuk berahi pertama (normal di indonesia 2-3 bulan, jika terjadi retensi plasenta bisa 4-5 bulan). lebih aman dengan memberikan antibiotik intrauterin dan biasanya dalam waktu 1 minggu infeksi akan berkurang. dengan cara ini, waktu berahi pertama akan lebih pendek 1 -2 siklus dibanding pengelupasan.
 
 * Diambil dari berbagai sumber

date Senin, 24 Mei 2010


date Minggu, 16 Mei 2010

Oleh : drh. Ajat Sudarjat (Manajer Veteriner Kampoeng Ternak)

Di lapangan atau peternakan yang tidak memiliki tenaga medis (dokter hewan atau paramedis veteriner) sering mengalami kesulitan dalam penanganan sebuah kasus, akibatnya penyakit tersebut tidak mampu ditangani secara tuntas sehingga kejadiannya berulang dan akhirnya menyebabkan kerugian ekonomi yang terus-menerus. Untuk mengatasi sebuah penyakit, tentunya harus diketahui terlebih dahulu penyebab penyakit tersebut dengan cara diagnosa penyakit. Walaupun yang berwenang dan memiliki kemampuan mendiagnosa penyakit secara benar hanya dokter hewan, pemilik peternakan atau yang berhubungan dengan dunia peternakan tetap harus mengetahui beberapa teknik diagnosa sederhana untuk mengetahui penyebab penyakit, sehingga mampu menentukan langkah terapis sementara yang harus dilakukan sebelum datang dokter hewan. Langkah pengobatan yang dilakukan tersebut tentunya hanya sebatas pengobatan simptomatis atau pengobatan berdasarkan gejala klinis yang nampak pada saat pemeriksaan.

Salah satu gejala klinis yang nampak pada ternak yang menderita suatu penyakit adalah mencret atau diare. Pada dasarnya mencret atau diare adalah sebuah gejala klinis yang menunjukkan adanya perubahan fisiologis atau patologis di dalam tubuh terutama saluran pencernaan. Gejala yang bisa kita perhatikan dari mencret meliputi perubahan konsistensi (keras atau tidaknya) feses, warna feses, bau feses, dan keberadaan benda atau bahan yang terbawa di dalam feses pada waktu feses keluar.

Berdasarkan konsitensinya kita mengenal kelainan feses berupa feses yang keras sekali sehingga menyebabkan konstipasi atau kesulitan buang kotoran. Ada juga feses yang lembek bahkan sampai cair sekali seperti lumpur. Kemudian berdasarkan warnanya ada feses yang berwarna hijau, merah, dan hitam seperti ter. Selanjutnya jika dilihat dari baunya ada feses yang berbau amis normal, bau pakan (seperti bau rumput), bau asam, dan bau busuk. Terakhir kita juga sering melihat ada benda atau bahan tertentu seperti lendir, luruhan sel mukosa usus, segmen cacing pita, gumpalan darah segar, dan terkadang ada cacing kremi yang terbawa di dalam feses. Tanda-tanda tersebut di atas dapat dijadikan dasar untuk menentukan penyebab penyakit. Dengan mengetahui penyebab penyakit kita akan mengetahui langkah pengobatan yang tepat, sehingga penyakit tersebut dapat ditangani secara tuntas.

Teknis diagnosa penyakit berdasarkan mencret yang dimaksud pada tulisan ini dilakukan dengan cara menggabungkan gejala-gejala yang terjadi pada feses seperti penjelasan di atas. Feses yang lembek sampai cair tanpa disertai perubahan lainnya menunjukkan ada perubahan fisiologis di dalam saluran pencernaan. Perubahan fisiologis tersebut disebabkan oleh adanya perubahan lingkungan ternak, meliputi perubahan pakan, perpindahan ternak, perubahan cuaca, dan pergantian pemelihara. Karena kejadian tersebut hanya merupakan perubahan fisiologis, maka pengobatan terhadap mencret seperti itu hanya dengan memberikan obat-obatan untuk menghentikan mencret (obat anti mencret). Sedangkan feses dengan konsistensi yang keras dapat diobati dengan memberikan pencahar atau obat untuk mempermudah buang kotoran.

Feses yang berwarna hijau seperti bubur rumput menunjukkan bahwa di dalam saluran pencernaan tersebut hanya terjadi perubahan fisiologis sehingga hanya diobati dengan obat anti mencret. Sedangkan feses yang berwarna merah dan hitam menunjukkan telah terjadi infeksi di dalam tubuh. Infeksi yang terjadi di dalam tubuh biasanya disebabkan oleh bakteri, protozoa, parasit darah atau sesekali disebabkan oleh virus. Dengan demikian pengobatan yang diberikan berupa antibiotika untuk membunuh bakteri dan multivitamin untuk meningkatkan ketahanan tubuh sehingga tubuh mampu melawan infeksi virus yang menyerangnya. Jika disertai adanya lendir yang berbau amis ada kemungkinan disebabkan oleh protozoa dan parasit darah sehingga harus diberikan antibiotika dari golongan sulfa.

Adanya feses yang encer disertai bau amis dan bau hijauan diobati dengan obat anti mencret karena hanya terjadi perubahan fisiologis di dalam saluran pencernaan. Sedangkan feses yang berbau busuk biasanya menunjukkan telah terjadi infeksi oleh bakteri, protozoa atau parasit darah, sehingga diobati dengan antibiotika golongan sulfa. Selanjutnya apabila feses yang dikelurkan berbau asam ada kemungkinan telah terjadi asidosis. Pengobatan yang diberikan bisa berupa obat-obatan pencahar ringan untuk mengeluarkan asam dan obat-obatan untuk mengurangi kembung, karena biasanya apabila terjadi asidosis akan disertai dengan kembung perut (tympani).

Lendir yang terbawa di dalam feses disertai bau amis menunjukkan telah terjadi infeksi oleh protozoa. Sedangkan gumpalan darah yang ikut terbawa oleh feses menandakan adanya infeksi oleh bakteri, parasit darah atau virus. Tetapi apabila lendir yang terbawa berupa luruhan sel mukosa lambung atau usus dapat diartikan bahwa pakan hijauan yang diberikan terlalu kasar atau serat kasarnya terlalu tinggi sehingga mengiritasi mukosa lambung atau usus. Untuk yang disebabkan oleh serat kasar yang terlalu tinggi harus ditangani dengan cara memberikan hijauan yang lebih muda atau campuran antara hijauan yang tua dengan yang lebih muda. Dengan kata lain dapat dicegah dengan perbaikan manajemen pemberian pakan. Kemudian jika yang terbawa berupa segmen cacing pita atau cacing dewasa dari cacing kremi, maka diobati dengan pemberian obat cacing dan multivitamin bagi ternak yang menunjukkan gejala sakit, sedangkan untuk ternak yang lainnya diberikan pengobatan cacing secara rutin dan teratur.

Hal yang lebih penting dari penjelasan tentang pengobatan berbagai penyebab mencret di atas adalah penanganan mencret itu sendiri yang menyebabkan tubuh kehilangan cairan terutama air, bikarbonat, sodium, dan potassium. Penanganan bagi ternak yang terkena mencret dengan cara penggantian cairan tubuh yang hilang, yaitu dengan memberikan cairan elektrolit secara intra vena atau sub cutan sampai normal kembali.

Demikian salah satu teknik diagnosa dan penanganan penyakit secara sederhana yang dapat kita peroleh dengan mempelajari kotoran yang dikeluarkan dari lubang yang kotor, namun mudah-mudahan dapat menjadi ilmu yang bermanfaat. Wallaahu a’lam.

date Selasa, 27 April 2010

Beberapa macam penyakit ringan yang sering di jumpai pada berdasar pengalaman para peternak biasanya juga mendapati penanganan yang cukup sederhana dan dapat diatasi oleh para peternak itu sendiri .

walaupun pada beberapa penyakit berat atau kelainan pada ternak memang kadang membutuhkan obat-obatan yang harus di beli serta merujuk bantuan dokter hewan.

Disini disampaikan beberapa macam obat alami dan pengobatan sederhana yang sering dilakukan oleh para peternak apabila ternaknya mengalami beberapa penyakit ringan.

Penyakit mata

Penyakit ini bisa menyerang pada saat cuaca kurang baik serta adanya penurunan daya tahan tubuh ternak, biasanya mudah sekali terserang penyakit mata.

Untuk pengobatan sementara dan pertama yang dilakukan dengan daun sirih, garam dan air panas, sedangkan cara pembuatan obatnya cukup mengambil 3 lbr daun sirih,kemudian di tuangkan air panas kedalam gelas yang di campur oleh garam,Setelah air garam bercampur daun sirih tersebut agak dingin kita kompreskan ke bagian mata ternak yang terjangkit penyakit tersebut lakukan 1 kali sehari selama 2 hari .

Penyakit batuk

Penyakit ini kadang di sertai pilek atau semacam flu ,pada penyakit ini biasanya susah bernafas dan sering batuk batuk layaknya manusia ,penyakit batuk pada kadang terjadi karena makanan hijauan yang agak basah terkena air hujan yang berlebihan .

Untuk pengobatan penyakit ini para peternak biasanya menggunakan beras kencur, sedangkan caranya cukup mengambil beberapa potong kencur ditumbuk di campur dengan beras kemudian di kasih air panas, setelah itu minumkan ke ternak yang sakit setelah seduhan beras kencur tersebut dingin.

Penyakit Cacingan/Nafsu makan Menurun

Penyakit cacingan hampir selalu di jumpai karena faktor makanan yang biasanya membawa telur atau larva cacing ke dalam saluran pencernaan.

Untuk pengobatan penyakit ini biasanya para pelaku peternak melakukan tindakan preventif setiap 3 bulan dengan memberikan minuman campuran temu hitam dengan gula merah ,Jika kurang nafsu makan kita juga bisa gunakan temu ireng di campur dengan garam sebagai perangsang nafsu makan.

Penyakit Gatal / Korep

Penyakit jenis ini biasanya menyerang pada sebagian kulit kaki, kepala dan sebagian tubuh ternak, jenis penyakit ini mudah sekali menular pada ternak yang lain, dan bersifat zoonosa. Penyakit ini disebabkan oleh parasit yang bersarang di lapisan di bawah kulit.

Untuk pengobatan dan penanganannya pertama sebaiknya pisahkan ternak yang sakit gatal ini dengan ternak lain yang sehat kemudian pengobatanya kita bisa ambil bebara butir lirang, oli bekas di campur dengan minyak goreng dan garam, di tumbuk sampai halus dan dioleskan ke bagian yang gatal dan sakit , lakukan beberapa kali hingga luka kurap mengering.

kandang tempat ternak yang sakit harus bersihkan dan dinding kandang di olesi dengan insectisida dan dibiarkan kosong sementara sebelum digunakan kembali

Penyakit kelenjar air susu

Gejala kelenjar air susu bengkak, panas dan terasa sakit atau tidak keluar air susu disaat menyusui kadang sering juga kita jumpai.

Untuk mengatasi penyakit ini kita bisa gunakan beberapa siung bawang putih dicampur dengan garam, kita tumbuk halus di kasih air hangat lalu buat ngompress bagian yang sakit .

Penyakit Tetanus

Penyakit ini paling sulit untuk bisa di obati namun ada bebarapa cara untuk pencegahan,yaitu dengan cara melakukan prefentif dengan cara memotong plasenta yang basah dan agak panjang dan kemudian mengolesinya dengan kunyit dengan tujuan agar tidak terkena bakteri tetanus yang biasanya melalui ujung plasenta ini.

Penyakit Diare /Mencret

Penyakit ini juga kadang menyerang ternak yang biasanya di sebabkan makanan sejenis yang berlebihan atau karena kambing memakan hijauan makanan ternak yang berupa daun yang masih terlalu muda yang berlebihan

Untuk mengatasi penyakit Mencret pada ternak cukup menggunakan mahkota dewa, jika di daerah anda tersedia buah mahkota dewa itu bisa kita gunakan untuk obat mencret, cara nya adalah dengan mengiris iris beberapa buah mahkota dewa kemudian campukan dengan garam serta air panas, sesaat setelah dingin minumkan pada ternak yang terserang diare atau mencret tersebut , jika di daerah anda susah menemukan buah mahkota dewa anda bisa melakukan terapi makanan dengan mencampur daun jambu biji yang di campur dengan garam secukupnya.

Cara-cara pengobatan penyakit pada ternak diatas dapat dilakukan untuk menyembuhkan yang ringan dan mencegah penyakit yang menyerang menjadi parah semakin parah sebelum ditangani lebih lanjut oleh Dokter Hewan dan Paramedis Kesehatan Hewan lainnya.

Semoga bermanfaat........

date